Menjaga Akar di Tengah Arus Zaman
Budaya Bugis adalah salah satu kekayaan luhur yang membentuk mosaik keindahan kebudayaan Indonesia. Dari kejayaan kerajaan-kerajaan besar di Sulawesi Selatan hingga langkah para perantau Bugis yang meninggalkan jejak di berbagai daerah Nusantara bahkan Asia Tenggara, kebudayaan ini terus hidup dan tumbuh. Ia berdenyut melalui bahasa, nilai, tradisi, seni, dan adat istiadat yang diwariskan lintas generasi.
Namun, dunia tidak lagi sama seperti dahulu. Modernisasi memberikan angin perubahan teknologi berkembang pesat, arus informasi tak terbendung, dan gaya hidup masyarakat berubah dengan cepat. Di tengah perubahan ini, muncul pertanyaan mendasar: bagaimana memastikan budaya Bugis tetap berdiri kokoh tanpa terseret arus zaman?
Budaya Bugis di Era Modern: Akar yang Tetap Kuat, Ranting yang Lentur
Anak-anak muda Bugis yang kini banyak tumbuh di kota-kota besar hidup dengan ritme yang berbeda dari generasi sebelumnya. Mereka lebih sering menggunakan bahasa Indonesia, bahkan bahasa asing, meski di rumah mereka mungkin masih mendengar cakap Bugis dari orang tua atau kakek-nenek. Tak sedikit pula yang mulai jauh dari pepatah, kisah, dan filosofi Bugis yang dulu menjadi pedoman hidup leluhur mereka.
Salah satu nilai yang mulai memudar dikenal luas sebagai jiwa orang Bugis: “siri’ na pacce”—ajaran tentang menjaga kehormatan diri dan mengutamakan empati kepada sesama. Padahal, nilai ini bukan hanya warisan budaya, tetapi juga landasan moral yang relevan sepanjang masa.
Meski demikian, modernisasi tidak harus dimaknai sebagai ancaman. Budaya Bugis bukanlah artefak yang rapuh. Ia seperti pohon tua yang akarnya menembus tanah dalam, sementara rantingnya menjulur mengikuti arah angin. Justru dengan modernisasi, peluang untuk menghidupkan budaya Bugis dalam bentuk baru semakin terbuka, menjadikannya lebih mudah diakses, dipahami, dan diapresiasi oleh generasi muda.
Nilai-Nilai Luhur Bugis yang Tetap Hidup
Meskipun zaman berubah, nilai-nilai Bugis tetap relevan dan menjadi panduan moral dalam kehidupan modern. Di antaranya:
1. Siri’ (Kehormatan dan Martabat)
Siri’ mengajarkan tentang harga diri, konsistensi, kejujuran, dan pegangan pada prinsip. Dalam dunia profesional yang menuntut integritas, siri’ menjadi fondasi etika bagi orang Bugis untuk bekerja jujur, tepat janji, dan bertanggung jawab.
2. Pacce (Empati dan Kepedulian)
Pacce menekankan rasa iba dan solidaritas. Di tengah kehidupan individualistis, nilai ini mengingatkan pentingnya saling menopang, bekerja sama, dan menghormati sesama.
3. Lempu (Kejujuran)
Lempu adalah dasar moral yang menjaga manusia tetap lurus dan dapat dipercaya. Dalam lingkungan modern yang penuh tantangan, nilai ini menjadi kompas agar seseorang tetap berpegang pada kebenaran.
4. Getteng (Keteguhan Hati)
Getteng melahirkan keberanian, konsistensi, dan semangat pantang menyerah. Nilai ini menjadikan orang Bugis terkenal sebagai perantau yang tangguh, pekerja keras, dan tidak mudah goyah oleh ujian hidup.
Nilai-nilai ini bukan sekadar peninggalan masa lalu ia adalah pelita yang menerangi perjalanan hidup orang Bugis di berbagai zaman.
Pelestarian Budaya Melalui Pendidikan dan Kreativitas
Pelestarian budaya Bugis kini tidak lagi hanya tugas para tetua adat. Generasi muda, pendidik, dan seniman turut mengambil peranan penting. Beberapa langkah besar yang telah dilakukan antara lain:
- Muatan lokal di sekolah-sekolah yang mengajarkan bahasa Bugis, sejarah kerajaan, dan kesusastraan tradisional.
- Perguruan tinggi yang membuka jurusan Sastra Bugis-Makassar dan melakukan kajian ilmiah terhadap budaya Bugis.
- Digitalisasi naskah lontara, termasuk penciptaan kamus digital dan platform pembelajaran daring.
- Musik Bugis diaransemen ulang dalam gaya pop atau akustik.
- Baju Bodo dan busana adat lainnya dipadukan dengan desain kontemporer.
- Kisah La Galigo diadaptasi menjadi pertunjukan modern, film, hingga animasi.
Komunitas Bugis di Perantauan: Rumah Kedua Budaya
Diaspora Bugis adalah salah satu yang terbesar di Indonesia. Dimanapun mereka berada dari Kalimantan hingga Malaysia komunitas Bugis selalu membangun ruang untuk menjaga adat dan nilai leluhur.
Mereka rutin mengadakan:
- Festival budaya
- Tudang sipulung (musyawarah adat)
- Pengajaran bahasa dan tarian Bugis
- Kegiatan sosial dan keagamaan bernuansa budaya
Menjaga Tradisi dengan Berinovasi
Pelestarian budaya bukan berarti membekukan tradisi. Sebaliknya, tradisi harus mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Contohnya:
- Ritual adat ditampilkan sebagai pertunjukan edukatif untuk wisata budaya.
- Motif dan warna busana adat digabungkan dengan desain modern tanpa menghilangkan maknanya.
- Kuliner Bugis dikreasikan ulang agar disukai generasi muda dan wisatawan.
Peran Media Digital: Gerbang Baru Pelestarian
Teknologi menjadi medium penting dalam mengenalkan budaya Bugis ke dunia. Generasi muda kini menggunakan media digital untuk:
- Membuat konten edukasi bahasa Bugis.
- Menampilkan tarian, musik, dan fashion tradisional.
- Menceritakan sejarah, legenda, dan nilai budaya Bugis.
- Mengarsipkan lontara dalam format digital.
Menjaga Ruh, Bukan Sekadar Bentuk
Pelestarian budaya sejati bukan hanya mempertahankan simbol-simbol luar, tetapi menjaga nilai-nilai moral dan filosofis yang menjadi jantung budaya itu. Busana, tarian, atau ritual boleh berubah mengikuti zaman, tetapi siri’, pacce, lempu, dan getteng harus tetap melekat dalam pribadi setiap orang Bugis.
Seperti pepatah Bugis mengatakan:
“Narekko mapparenta tau, mapparenta siri’na.”
Artinya, siapa yang menjaga dirinya, ia menjaga kehormatannya.
Bugis di Persimpangan Zaman: Menatap Masa Depan Tanpa Melupakan Akar
Suku Bugis kini berada di era yang penuh peluang. Modernisasi bukan musuh ia adalah ruang luas bagi budaya Bugis untuk berkembang lebih besar dari sebelumnya. Selama generasi muda masih menoleh ke belakang untuk menghargai warisan leluhur sembari melangkah maju, selama itu pula budaya Bugis tidak akan pernah padam.
Dimanapun orang Bugis berada di kampung halaman, di kota besar, atau di negeri seberang mereka tetap membawa semangat yang sama: keberanian berlayar, kebijaksanaan dalam bersikap, dan kehormatan dalam hidup.
Selama “siri’ na pacce” terus hidup di hati mereka, budaya Bugis akan terus berlayar: gagah, bijaksana, dan abadi.
Admin : Andi Lestari
.jpg)
.jpg)





